Kunjungan Anda

Selasa, 05 Juni 2012

Karakteristik Laut Intertidal

KONDISI DAN KARAKTERISTIK EKOSISTEM LAUT PERMUKAAN

Hendry Firmansyah
Jurusan Pendidikan Biologi IKIP PGRI Semarang
  

I.      PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Laut merupakan bagian dari ekosistem perairan yang memiliki ciri-ciri antara lain: bersifat continental, luas dan dalam, asin, memiliki arus dan gelombang, pasang-surut, dan dihuni oleh organisme baik plankton, neuston maupun bentos. Ekosistem laut yang luas dan dalam menyebabkan terjadinya variasi fisik-kimiawi lingkungan yang akan menjadi faktor pembatas bagi kehidupan organisme.
Laut digambarkan dalam istilah zona atau daerah: (1) daerah litoral, atau daerah pasang surut, berbatasan dengan daratan, biota daerah ini adalah ganggang yang hidup sebagai bentos, teripang, bintang laut, udang-udang kecil, kepiting , serta cacing laut; (2) daerah neritik, merupakan derah laut dangkal, derah ini dapat ditembus cahaya matahari sampai ke dasar. Kedalamannya sampai 200 m. Biota yang hidup di sini adalah bentos, nekton, plankton, dan neston; (3) daerah batial, merupakan daerah remang-remang, kedalamannya antara 200 – 2000 m, produsen tidak ada, biotanya nekton; (4) daerah abisal, merupakan daerah laut yang kedalamnnya di atas 2000 meter, daerah ini gelap sepanjang masa, tidak ditemukan produsen.

B.     Rumusan Masalah
1.   Bagaimana karakteristik dari ekosistem laut permukaan?
2.   Bagaimana faktor-faktor fisik yang mempengaruhi ekosistem laut permukaan?
3.   Bagaimana adaptasi organisme yang hidup di laut permukaan?

C.     Rumusan Tujuan
1.   Mengetahui karakteristik dari ekosistem laut permukaan
2.   Mengetahui faktor-faktor fisik yang mempengaruhi ekosistem laut permukaan
3.   Mengetahui adaptasi yang dilakukan oleh organisme laut permukaan.

 
 
II.      PEMBAHASAN

EKOSISTEM INTERTIDAL/LITORAL
Zona intertidal memiliki luas yang sangat terbatas, meliputi wilayah yang terbuka pada saat surut tertinggi dan terendam air pada saat pasang tertinggi atau separuh waktu berupa ekosistem terrestrial dan separuhnya berupa ekosistem akuatik. Walaupun wilayahnya sempit, daerah intertidal memiliki variasi faktor linkungan terbesar dibanding dengan ekosistem lainnya, dan variasi ini dapat terjadi pada daerah yang hanya berbeda jarak beberapa sentimeter saja.

A.    KONDISI LINGKUNGAN
1.      Pasang-Surut
Naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik selama interval waktu tertentu. Pasang-surut merupakan faktor lingkungan paling penting yang mempengaruhi kehidupan di zona intertidal. Tanpa adanya pasang-surut yang periodik maka faktor-faktor lingkungan lain akan kehilangan pengaruhnya. Hal ini disebabkan adanya kisaran yang luas pada banyak faktor fisik akibat hubungan langsung yang bergantian antara keadaan terkena udara terbuka dan keadaan terendam air.
Pengaruh pasang-surut terhadap organisme dan komunitas zona intertidal paling jelas adalah kondisi yang menyebabkan daerah intertidal terkena udara terbuka secara periodik dengan kisaran parameter fisik yang cukup lebar. Organisme intertidal perlu kemampuan adaptasi agar dapat menempati daerah ini. Faktor-faktor fisik pada keadaan ekstrem dimana organisme masih dapat menempati perairan, akan menjadi pembatas atau dapat mematikan jika air sebagai isolasi dihilangkan.
Kombinasi antara pasang-surut dan waktu dapat menimbulkan dua akibat langsung yang nyata pada kehadiran dan organisasi komunitas intertidal. Pertama, perbedaan waktu relatif antara lamanya suatu daerah tertentu di intertidal berada diudara terbuka dengan 45 lamanya terendam air. Lamanya terkena udara terbuka merupakan hal yang sangat penting karena pada saat itulah organisme laut akan berada pada kisaran suhu terbesar dan kemungkinan mengalami kekeringan. Semakin lama terkena udara, semakin besar kemungkinan mengalami suhu letal atau kehilangan air diluar batas kemampuan. Kebanyakan hewan ini harus menunggu sampai air menggenang kembali untuk dapat mencari makan. Semakin lama terkena udara, semakin kecil kesempatan untuk mencari makan dan mengakibatkan kekurangan energi. Flora dan fauna intertidal bervariasi kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap keadaan terkena udara, dan perbedaan ini yang menyebabkan terjadinya perbedaan distribusi organisme intertidal.
Pengaruh kedua adalah akibat lamanya zona intertidal berada diudara terbuka. Pasang-surut yang terjadi pada siang hari atau malam hari memiliki pengaruh yang berbeda terhadap organisme. Surut pada malam hari menyebabkan daerah intertidal berada dalam kondisi udara terbuka dengan kisaran suhu relatif lebih rendah jika dibanding dengan daerah yang mengalami surut pada saat siang hari.
Pengaruh pasang-surut yang lain adalah karena biasanya terjadi secara periodic maka pasang-surut cenderung membentuk irama tertentu dalam kegiatan organisme pantai, misalnya irama memijah, mencari makan atau aktivitas organisme lainnya.
2.      Suhu
Suhu di daerah intertidal biasanya mempunyai kisaran yang luas selama periode yang berbeda baik secara harian maupun musiman dan dapat melebihi kisaran toleransi organisme. Jika pasang-surut terjadi pada kisaran suhu udara maksimum (siang hari yang panas) maka batas letal dapat terlampaui. Meskipun kematian tidak segera terjadi namun organisme akan semakin lemah karena suhu yang ekstrem sehingga tidak dapat menjalankan aktivitas seperti biasa dan akan mati karena sebab-sebab sekunder. Suhu juga dapat berpengaruh secara tidak langsung yaitu kematian karena organisme kehabisan air.
3.      Ombak
Gerakan ombak di daerah intertidal memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap organisme dan komunitas dibanding dengan daerah lautan lainnya. Pengaruh ombak dapat terjadi secara langsung maupun tidak.
a.       Pengaruh langsung
·         Secara mekanik ombak dapat menghancurkan dan menghanyutkan benda yang terkena. Pada pantai berpasir dan berlumpur kegiatan ombak dapat membongkar substrat sehingga mempengaruhi bentuk zona. Terpaan ombak dapat menjadi pembatas bagi organisme yang tidak dapat menahan terpaan tersebut.
·       Ombak dapat membentuk batas zona intertidal lebih luas, akibatnya organisme laut dapat hidup di daerah air yang lebih tinggi di daerah yang terkena terpaan ombak dari pada di daerah tenang pada kisaran pasang-surut yang sama.
b.      Pengaruh tidak langsung
Kegiatan ombak dapat mengaduk gas-gas atmosfer ke dalam air, sehingga meningkatkan kandungan oksigen. Karena interaksi dengan atmosfer terjadi secara teratur dan terjadi pembentukan gelembung serta pengadukan substrat, maka penetrasi cahaya di daerah yang diterpa ombak dapat berkurang.
4.      Salinitas
Perubahan salinitas di daerah intertidal dapat melalui dua cara:
a.       Zona intertidal terbuka pada saat surut, dan kalau hal ini terjadi pada saat hujan lebat maka salinitas akan turun. Apabila penurunan ini melewati batas toleransi bagi organisme (sebagian besar organisme intertidal stenohalin dan osmokonformer) maka organisme dapat mati.
b.      Pada daerah intertidal pantai berbatu yang memiliki banyak cekungan, daerah ini dapat digenangi air tawar yang masuk ketika hujan deras sehingga menurunkan salinitas, atau memperlihatkan kenaikan salinitas jika terjadi penguapan sangat tinggi pada siang hari.
5.      Substrat Dasar
Substrat dasar zona intertidal memiliki variasi yang berbeda dan dapat berupa pasir, lumpur maupun berbatu. Substrat dasar ini menyebabkan perbedaan struktur komunitas flora dan fauna yang berbeda.

B.     ADAPTASI ORGANISME INTERTIDAL
1.      Daya tahan terhadap kehilangan air
Organisme yang hidup di daerah intertidal harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap kehilangan air yang cukup besar selama berada di udara terbuka. Mekanisme sederhana ditunjukkan oleh hewan-hewan yang bergerak, seperti kepiting, anemon, Citon, dll. Hewan ini akan dengan mudah berpindah dari daerah terbuka di intertidal kedalam lubang, celah atau galian yang basah atau bersembunyi dibawah algae sehingga kehilangan air dapat dihindari. Secara aktif organisme ini mencari microhabitat yang ideal. Untuk organisme yang tidak memiliki kemampuan untuk aktif berpindah tempat seperti genera algae maupun beberapa genera bivalvia mereka beradaptasi untuk mengatasi kehilangan air yang besar hanya dengan struktur jaringan tubuhnya. Genera Porphyra, Fucus dan Enteromorpha misalnya sering dijumpai dalam keadaan kisut dan kering setelah lama berada di udara terbuka, tetapi jika air laut pasang kembali mereka akan cepat menyerap air dan kembali menjalankan proses hidup seperti biasa.
Mekanisme lain organisme intertidal untuk beradaptasi terhadap kehilangan air adalah melalui adaptasi struktural, tingkah laku maupun keduanya. Beberapa species dari teritip, gastropoda (Littorina) dan bivalvia (Mytilus edulis) memiliki kemampuan untuk menghindari kehilangan air dengan cara merapatkan cangkangnya atau memiliki opercula yang dapat nmenutup rapat celah cangkang.
2.      Keseimbangan Panas
Organisme intertidal memiliki keterbukaan terhadap perubahan suhu yang ekstrem dan memperlihatkan adaptasi tingkah laku dan struktural tubuh untuk menjaga keseimbangan panas internal. Di daerah tropis organisme cenderung hidup pada kisaran suhu letal atas sehingga mekanisme keseimbangan panas hampir seluruhnya berkenaan dengan suhu yang terlalu tinggi. Beberapa bentuk adaptasi al:
a.  Memperbesar ukuran tubuh relatif bila dibandingkan dengan species yang sama. Dengan memperbesar ukuran tubuh berarti perbandingan antara luas permukaan dengan volume tubuh menjadi lebih kecil sehingga luas daerah tubuh yang mengalami peningkatan suhu menjadi lebih kecil. Pada keadaan yang sama tubuh yang lebih besar memerlukan waktu lebih lama untuk bertambah panas dibanding dengan tubuh yang lebih kecil
b.  Memperbanyak ukiran pada cangkang. Ukiran-ukiran pada cangkang berfungsi sebagai sirip radiator sehingga memudahkan hilangnya panas. Contoh Littorina dan Tectarius.
c.   Hilangnya panas dapat juga diperbesar melalui pembentukan warna tertentu pada cangkang. Genera Nerita, dan Littorina memiliki warna lebih terang dibandingkan dengan kerabatnya yang hidup di daerah lebih bawah (warna gelap akan menyerap panas).
d.   Memliki persediaan air tambahan yang disimpan didalam rongga mantel seperti pada teritip dan limfet yang banyaknya melebihi kebutuhan hidup hewan ini. Persediaan air ini dipergunakan untuk strategi mendinginkan tubuh melalui penguapan sekaligus menghindarkan kekeringan.
3.      Tekanan Mekanik
Setiap organisme intertidal perlu beradaptasi untuk mempertahankan diri dari pengaruh ombak. Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda pada pantai berbatu, berpasir dan berlumpur sehingga memiliki konsekuensi bentuk adaptasi yang berbeda pada organismenya. Beberapa bentuk adaptasi al:
a.       Melekat kuat pada substrat, seperti pada Polichaeta, Teritip, Tiram
b.      Menyatukan dirinya pada dasar perairan melalui sebuah alat pelekan (Algae)
c.       Memiliki kaki yang kuat dan kokoh seperti pada Citon dan limfet
d.      Melekat dengan kuat tetapi tidak permanen seperti pada Mytillus melalui bisus yang dapat putus dan dibentuk kembali
e.       Mempertebal ukuran cangkang, lebih tebal dibandingkan kerabatnya yang hidup di daerah subtidal
4.      Tekanan Salinitas
Zona intertidal mendapat limpahan air tawar, yang dapat menimbulkan masalah tekanan osmotik bagi organisme yang hanya dapat hidup pada air laut. Kebanyakan organisme intertidal bersifat osmokonformer, tidak seperti organisme estuaria. Adaptasi satu-satunya adalah sama dengan yang dilakukan untuk melindungi tubuh dari kekeringan yaitu dengan menutup cangkangnya.
5.      Reproduksi
Kebanyakan organisme intertidal hidup menetap atau melekat, sehingga dalam penyebarannya mereka menghasilkan telur atau larva yang bersifat planktonik. Reproduksi dapat juga terjadi secara periodik mengikuti iramna pasang-surut tertentu, seperti misalnya pada pasang-purnama. Contoh Mytillus edulis, gonad menjadi dewasa selama pasang purnama dan pemijahan berlangsung ketika pasang perbani.

III.      PENUTUP

A.    Kesimpulan
ü  Laut permukaan merupakan ekosistem yang khas, dimana daerah ini masih terpengaruh oleh matahari. Daerah ini meliputi zona yaitu zona intertidal dan zona neritik.
ü  Organism yang berhabitat di laut permukaan memiliki adaptasi yang khusus, dan umumnya harus memyesuaikan dengan factor-faktor lingkungan yang selalu berubah.
ü  Laut permukaan yaitu pada zona litoral dan neritik, keadaannya dipengaruhi oleh pasang surut air laut, suhu, ombak, salinitas, dan substansi dasar.


IV.      DAFTAR PUSTAKA

Meadows, P.S., and J.I. Campbell.1993. An Introduction to Marine Science. 2 nd Edition, Halsted Press, USA. pp: 68 – 85; 165 – 175
Nybakken, J.W., 1992. Marine Biology An Ecological Apprach. 3 rd edition. Harper Collins College Publishers, New York
Odum, E.P., 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ke tiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta: pp 174 – 200
Sachlan, M., 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan UNDIP, Semarang: pp. 1 -101
Sumich, J. L. 1999. An Introduction to The Biology of Marine Life. 7 th. ed. McGraw-Hill. New York. pp: 73 – 90; 239 – 248; 321 – 329


Tidak ada komentar:

Posting Komentar